Rabu, 10 Desember 2014

Contoh makalah : Landasan Pendidikan "eksistensi manusia"

BAB I
PENDAHULUAN
A.                Latar Belakang
Manusia adalah ciptaan Tuhan yang paling sempurna. Manusia merupakan makhluk pribadi dan juga makhluk sosial. jika manusia dipandang sebagai makhluk individu, maka paham individualisme beranggapan bahwa manusia semata-mata hanya makhluk pribadi dengan mengesampingkan kodratnya sebagai makhluk sosial. Sebaliknya, sosialisme menyatakan sebagai makhluk sosial. sebagai makhluk sosial, maka manusia akan berinteraksi dengan manusia lain dalam wujud interaksi sosial. Menurut Hermanto dan Winarno pada buku Ilmu Sosial Budaya Dasar, interaksi sosial adalah kunci dari semua kehidupan sosial.
      Oleh karena itu, tanpa interaksi sosial tidak akan mungkin ada kehidupan bersama-sama. Bertemunya orang-perorangan secara badaniah belaka tidak aakn menghasilkan pergaulan hidup dalam suatu kelompok sosial. Pergaulan hidup semacam ini baru akan terjadi apabila orang-orang atau kelompok manusia saling bekerja sama, saling berbicara untuk mencapai suatu tujuan bersama, mengadakan persaingan, pertikaian, dan lain sebagainya.
B.                 Rumusan Masalah
1.                  Bagaimana eksistensi manusia sebagai makhluk Tuhan?
2.                  Bagaimana eksistensi manusia sebagai makhluk sosial?
3.                  Bagaimana eksistensi manusia sebagai makhluk individu?

C.                 Tujuan Penulisan
1.                  Mengetahui eksistensi manusia sebagai makhluk Tuhan.
2.                  Mengetahui eksistensi manusia sebagai makhluk sosial.
3.                  Mengetahui eksistensi manusia sebagai makhluk individu.

D.                Manfaat Penulisan
1.                  Untuk memenuhi tugas mata kuliah Landasan Pendidikan SD
2.                  Sebagai bahan referensi untuk para mahasiswa, khususnya mahasiswa UNY.

BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A.                Pengertian Manusia
Secara bahasa manusia berasa ari kata “manu” (Sansekerta), “mens” (Latin), yang bearti berpikir, berakal budi atau makhluk yang berakal budi (mampu menguasai makhluk lain). Terbentuknya pribadi seseorang dipengaruhi oleh lingkungan bahkan secara ekstrim dapat dikatakan, setiap orang berasal dari satu lingkungan, baik lingkungan vertikal (genetika, tradisi), horizontal (geografik, fisik, sosial), maupun kesejahteraan.
Membicarakan tentang manusia dalam pandangan ilmu pengetahuan sangat bergantung metodologi yang digunakan dan terhadap filosofis yang mendasari. Para penganut teori psikoanalisis menyebut manusia sebagai homo volens (makhluk  berkeinginan). Menurut aliran ini, manusia adalah makhluk yang memiliki prilaku interaksi antara komponen biologis (id), psikologis (ego), dan social (superego). Di dalam diri manusia tedapat unsur animal (hewani), rasional (akali), dan moral (nilai).
Para penganut teori behaviorisme menyebut manusia sebagai homo mehanibcus (manusia mesin). Behavior lahir sebagai reaksi terhadap introspeksionisme (aliran yang menganalisa jiwa manusia berdasarkan laporan subjektif dan psikoanalisis (aliran yang berbicara tentang alam bawa sadar yang tidak nampak). Behavior yang menganalisis prilaku yang nampak saja.  Menurut aliran ini segala tingkah laku manusia terbentuk sebagai hasil proses pembelajaran terhadap lingkungannya, tidak disebabkan aspek.
Para penganut teori kognitif menyebut manusia sebagai homo sapiens (manusia berpikir). Menurut aliran ini manusia tidak di pandang lagi sebagai makhluk yang bereaksi secara pasif pada lingkungannya, makhluk yang selalu berfikir. Penganut teori kognitif mengecam pendapat yang cenderung menganggap pikiran itu tidak nyata karena tampak tidak mempengaruhi peristiwa. Padahal berpikir , memutuskan, menyatakan, memahami, dan sebagainya adalah fakta kehidupan manusia.
B.                 Pengertian Eksistensi
Kata eksistensi berasal dari kata Latin Existere, dari ex keluar sitere = membuat berdiri. Artinya apa yang ada, apa yang memiliki aktualitas, apa yang dialami. Konsep ini menekankan bahwa sesuatu itu ada. Eksistensi juga sering diartikan sebagai keberadaan.
Dalam konsep eksistensi, satu-satunya faktor yang membedakan setiap hal yang ada dari tiada adalah fakta. Setiap hal yang ada itu mempunyai eksistensi atau ia adalah suatu eksisten.
Menurut Bapak Gerakan Eksistensialis Kierkegaard, menegaskan bahwa yang pertama-tama penting bagi keadaan manusia yakni keadaannya sendiri atau eksistensinya sendiri. Ia menegaskan bahwa eksistensi manusia bukanlah ‘ada’ yang statis, melainkan ‘ada’ yang ‘menjadi’. Dalam arti terjadi perpindahan dari ‘kemungkinan’ ke ‘kenyataan. Apa yang semula berada sebagai kemungkinan berubah menjadi kenyataan. Gerak ini adalah perpindahan yang bebas, yang terjadi dalam kebebasan dan keluar dari kebebasan. Ini terjadi karena manusia mempunyai kebebasan memilih.
Dengan demikian eksistensi manusia adalah suatu eksistensi yang dipilih dalam kebebasan. Bereksistensi berarti muncul dalam suatu perbedaan, yang harus dilakukan tiap orang bagi dirinya sendiri.
Kierkegaard menekankan bahwa eksistensi manusia berarti berani mengambil keputusan yang menentukan hidup. Maka barang siapa tidak berani mengambil keputusan, ia tidak hidup bereksistensi dalam arti sebenarnya.
Menurut Zainal Abidin (2008) Eksistensi tidak bersifat kaku dan terhenti, melainkan lentur dan mengalami perkembangan atau sebaliknya kemunduran, tergantung pada kemampuan individu dalam mengaktualisasikan potensi-potensinya. Oleh sebab itu, arti istilan eksistensi analog dengan ‘kata kerja’ bukan ‘kata benda’.
Masalah keperluan akan nilai eksistensi ini sangat penting, karena ini merupakan pembuktian akan hasil kerja kita (performa) kita di dalam suatu lingkungan. Perkuliahan misalnya, dosen akan lebih mengenal dan mengetahui keberadaan kita setelah dosen tahu performa kita baik (dengan nilai yang bagus, aktif, dan komunikatif) dan cenderung sedikit memperhatikan orang-orang yang pasif.
C.                 Eksistensi Manusia sebagai Makhluk Tuhan
Manusia diciptakan Tuhan Yang Maha Kuasa di muka bumi ini sebagai makhluk yang paling sempurna dibandingkan dengan makhluk lain. Melalui kesempurnaannya itu manusia bisa berpikir, bertindak, berusaha, dan bisa menentukan mana yang benar dan baik. Di sisi lain, manusia meyakini bahwa dia memiliki keterbatasan dan kekurangan. Mereka yakin ada kekuatan lain, yaitu Tuhan Sang Pencipta Alam Semesta. Oleh sebab itu, sudah menjadi fitrah manusia jika manusia mempercayai adanya Sang Maha Pencipta yang mengatur seluruh sistem kehidupan di muka bumi.
Dalam kehidupannya, manusia tidak bisa meninggalkan unsur Ketuhanan. Manusia selalu ingin mencari sesuatu yang sempurna. Dan sesuatu yang sempurna tersebut adalah Tuhan. Hal itu merupakan fitrah manusia yang diciptakan dengan tujuan untuk beribadah kepada Tuhannya.
Oleh karena fitrah manusia yang diciptakan dengan tujuan beribadah kepada Tuhan Yang Maha Esa, untuk beribadah kepada Tuhan pun diperlukan suatu ilmu. Ilmu tersebut diperoleh melalui pendidikan. Dengan pendidikan, manusia dapat mengenal siapa Tuhannya. Dengan pendidikan pula manusia dapat mengerti bagaimana cara beribadah kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Melalui sebuah pendidikan yang tepat, manusia akan menjadi makhluk yang dapat mengerti bagaimana seharusnya yang dilakukan sebagai seorang makhluk Tuhan. Manusia dapat mengembangkan pola pikirnya untuk dapat mempelajari tanda-tanda kebesaran Tuhan baik yang tersirat ataupu dengan jelas tersurat dalam lingkungan sehari-hari.
Maka dari keseluruhan perkembangan itu menjadi lengkap dan utuh dalam setiap sisinya, baik dari sisi individu, sosial, susila, maupun religius. Keutuhan dari setiap sisi tersebut dapat menjadikan manusia menjadi makhluk yang lebih tinggi derajatnya dibandingkan dengan makhluk-makhluk Tuhan yang lain.



D.                Eksistensi Manusia sebagai Makhluk Sosial
Di dalam kehidupannya, manusia tidak hidup dalam kesendirian. Manusia memiliki keinginan untuk bersosialisasi dengan sesamanya. Salah satu kodrat manusia adalah selalu ingin berhubungan dengan manusia lain. Di dalam kehidupan manusia selanjutnya, ia selalu hidup sebagai warga suatu kesatuan hidup, warga masyarakat, dan warga negara.
Tidak hanya terbatas pada segi badaniah saja, manusia juga mempunyai perasaaan emosional yang ingin diungkapkan kepada orang lain dan mendapat tanggapan emosional dari orang lain pula. Manusia memerlukan pengertian, kasih sayang, harga diri, dan berbagai rasa emosional lainnya. Tanggapan emosional tersebut hanya dapat diperoleh apabila manusia berhubungan dan berinteraksi dengan orang lain dalam suatu tatanan kehidupan bermasyarakat.
Dalam berhubungan dan berinteraksi, manusia memiliki sifat yang khas yang dapat menjadikannya lebih baik. Kegiatan mendidik merupakan salah satu sifat yang khas yang dimiliki oleh manusia. Imanuel Kant mengatakan, “manusia hanya dapat menjadi manusia karena pendidikan”. Jadi jika manusia tidak dididik maka ia tidak akan menjadi manusia dalam arti yang sebenarnya. Hal ini telah terkenal luas dan dibenarkan oleh hasil penelitian terhadap anak terlantar. Hal tersebut memberi penekanan bahwa pendidikan memberikan kontribusi bagi pembentukan pribadi seseorang.
Dengan demikian manusia sebagai makhluk sosial berarti bahwa disamping manusia hidup bersama demi memenuhi kebutuhan jasmaniah, manusia juga hidup bersama dalam memenuhi kebutuhan rohani.
Perwujudan manusia sebagai mahluk sosial terutama tampak dalam kenyataan bahwa tak pernah ada manusia yang mampu hidup (lahir dan proses dibesarkan) tanpa bantuan orang lain. Orang lain dimaksud paling sedikit adalah orangtuanya, keluarganya sendiri. Realita ini menunjukkan bahwa manusia hidup pada kondisi interdependensi dalam antar hubungan dan antaraksi Di dalam kehidupan manusia selanjutnya, ia selalu hidup sebagai warga suatu kesatuan hidup, warga masyarakat, warga negara. Warga suatu kelompok kebudayaan. Warga suatu aliran kepercayaan warga suatu ideologi politik dan sebagainya.
Manusia sebagai mahluk sosial di samping berarti bahwa manusia hidup bersama (germinschafts, kebersamaan), maka sifat independensi dalam arti material ekonomis demi kebutuhan kebutuhan biologis jasmaniah melainkan lebih lebih mengandung makna psikologis . yakni dorongan dorongan cinta dimana kebahagiaan terutama tercetak dalam kepuasan rohani.
Hidup dalam antar Hubungan antaraksi dan interdependensi itu mengandung pula konsekuensi konsekuensi social baik dalam arti positif maupun negatif. Ideal dalam hidup bersama itu ialah keadaan harmonis, rukun dan sejahtera. Tetapi dapat pula sebagai hubungan dan antaraksi itu dapat terjadi dalam kehidupan sosial. Keadaan positif dan negatif ini adalah perwujudan dan nilai-nilai dan sekaligus watak individualitas manusia akibat pergeseran pergeseran yang tajam dan bahkan mungkin pertentangan-pertentangan yang terjadi di dalam proses antar hubungan dan antaraksi sosial karena sifat sifat individualitas manusia. Mengenai hal ini secara mendalam oleh tiap tiap pribadi dapat meng¬hindarkan disharmoni itu. Tiap individu harus rela mengorbankan sebagian dari hak individualitasnya demi kepentingan bersama. Kesadaran demikian adalah prasyarat bagi hidup bersama.
Kehidupan di dalam antar hubungan dan antaraksi sosial memang tidak usah kehilangan identitasnya. Sebab kehidupan sosial adalah realita sama rielnya dengan kehidupan individu itu sendiri.
Urgensi kedua duanya harus dimengerti dalam proporsi masing-masing Kehidupan social yang besar, banyak warganya meliputi semua individu dengan berbagai latar belakang status, minat, nilai nilai dan sebagainya. Kehidupan sosial adalah realita dimana individu tiada menonjolkan identitasnya, melainkan sebaliknya kebersamaan ialah identitas, dengan sifat pluralistis. Dalam hidup bersama apakah itu lembaga lembaga masyarakat ataupun negara, maka identitas kebersamaan itu mengatasi identitas individu.
Akan tetapi meskipun demikian tidaklah berarti individu sudah lenyap, lebur di dalam identitas sosial itu. Realita sosial kebersamaan itu tidak hanya terbentuk oleh individu-individu. Individualitas manusia bukanlah bertentangan dengan wujud sosialitas manusia. Melainkan individualitas itu dalam perkembangan selanjutnya akan mencapai kesadaran sosialitasnya. Tiap manusia sadar akan kebutuhan hidup bersama segera setelah masa kanak-kanak yang egosentris berakhir.
Sebaliknya, kesadaran manusia sebagai mahluk sosial justru harus memberi rasa tanggung jawab untuk mengayomi individu yang lebih “lemah” daripada wujud sosial yang “besar” dan “kuat". Kehidupan sosial kebersamaan baik itu bentuk-bentuk non-formal (masyarakat) maupun dalam bentuk bentuk formal (institusi/negara) dengan wibawanya wajib mengayomi individu.
Asas sosial dalam kodrat manusia, seperti juga asas individualitas adalah potensi potensi, yang baru menjadi realita karena kondisi kondisi tertentu. Ini berarti bahwa pelaksanaan kesadaran sosial manusia hanya oleh kondisi itu sendiri. Artinya, jika di dalam. hidup kebersamaan (sosial) itu individu kehilangan individualitasnya (hak-hak asasi), maka potensi kesadaran sosial manusia menjadi tidak maksimal. Dan jika ada pelaksanaannya tidak wajar, melainkan karena otoritas, paksaan dari luar. Bukan didorong oleh hasrat dan motif pengabdian yang alturis. Individualitas manusia dengan potensi-potensi subjek (prakarsa, rasa, karsa, cipta, karya) takkan berkembang jika otoritas sosial justru tidak bersifat menunjang realisasi itu.
Esensial manusia sebagai mahluk sosial ialah adanya kesadaran manusia tentang siapa dan posisi dirinya dalam kehidupan bersama dan bagaimana tanggungjawab dan kewajibannya di dalam kebersamaan itu. Adanya kesadaraan interpedensi dan saling membutuhkan serta dorongan dorongan untuk mengabdi sesamanya adalah asas sosialitas itu.
Manusia dapat dikatakan sebagai makhluk sosial, karena ada faktor-faktor, yaitu:
1.      manusia tunduk pada aturan, norma sosial
2.      perilaku manusia mengharapkan suatu penilaian dari orang lain
3.      manusia memiliki kebutuhan untuk berinteraksi dengan orang lain
4.      potensi manusia akan berkembang bila ia hidup di tengah-tengah manusia.




E.                 Eksistensi Manusia sebagai Makhluk Individu
Manusia sebagai mahluk individu (individual being)
Kesadaran manusia akan diri sendiri merupakan perwujudan individu kualitas manusia. Kesadaran diri sendiri yang dimulai dengan kesadaran pribadi diantara segala kesadaran terhadap segala sesuatu. Dengan bahasa filsafat dinyatakan eksistensi ini mencakup pengertian yang amat luas, terutama meliputi kesadaran adanya diri diantara semua realita, self-respect, self-narcisme, egoisme, martabat kepribadian, perbedaan dan persamaan dengan pribadi lain, khususnya kesadaran akan potensi-potensi pribadi yang menjadi dasar bagi self-realization.
Manusia sebagai individu, sebagai pribadi adalah suatu kenyataan yang paling riel dalam kesadaran manusia. Malahan ada kecenderungan bahwa manusia menganggap pusat orientasi, melalui introspeksi (istilah dalam ilmu jiwa) adalah dirinya sendiri seagai subjek. Orientasi berfikir demikian malahan diakui oleh filsafat existensialisme dan anthroppsentrisme secara tak langsung.
Makin manusia sadar akan dirinya sendiri sesungguhnya manusia makin sadar akan kesemestaan, karena posisi manusia adalah bagian yang tak terpisahkan dari semesta. Antar hubungan dan interaksi pribadi itulah pula yang melahirkan konsekuensi-konsekuensi seperti hak azasi dan kewajiban, norma-norma moral, nilai-nilai social, bahkan juga nilai-nilai supernatural berfungsi untuk manusia.
Dengan demikian kesadaran manusia sebagai pribadi merupakan kesadaran yang paling dalam , sumber kesadaran subjek yang melahirkan kesadaran yang lain.
Manusia sebagai mahluk individu , dalam bahasa Indonesia dapat diterjemahkan manusia sebagai mahluk pribadi. Dalam bahasa Inggris kedua istilah itu dibedakan, yakni dengan individuality dan personality.
Makna individulitas menurut Allport, menunjukkan wujud berdiri sendiri dan sifat otonom, serta sifat unik (uniquessnes) tiap pribadi (personality). Dan makna personality ialah what a man reality is dan bagaimana manusia itu dalam antar hubungan dan antaraksi dengan lingkungannya. Personality juga berarti keseluruhan sifat dan keseluruhan fase perkembangan manusia.
Yang dimaksud oleh kesimpulan pertama antropologia metafisika manusia untuk manusia sebagai mahluk individu, dapat kita tafsirkan sebagai meliputi kedua makna tersebut. Manusia sebagai self existence dan self consciousness menyadari dirinya sebagai realself, sebagaimana adanya: bahkan juga sebagaimana idelnya (keinginan dan cita citanya) yang mendorong perkembangan manusia.
Manusia sebagai individu memiliki hak azasi sebagai kodrat alami atau sebagai anugerah Tuhan kepadanya. Hak asasi sebagai pribadi itu terutama hak hidup, hak kemerdekaan dan hak milik. Dan karena manusia menyadari adanya hak asasi itu pulalah manusia menyadari bahwa konsekunsi dari hal-hal tersebut manusia mengemb¬angkan kewajiban dan tangung jawab sosial dan tanggung jawab moral. Dalam hubungan inilah hal status individualisme manusia menduduki fungsi primer.
Tetapi hal tersebut tidaklah tanpa konsekuensi logis yang bersifat wajar dan alamiah pula. Tiap-tiap hal melahirkan kewajiban. Dalam mengemban kewajiban ini, maka status manusia sebagai mahluk social adalah primer, utama. Sebab tanpa penunaian kewajiban, martabat manusia menjadi merosot sebagai manusia. Oleh karena itu integritas manusia sebagai mahluk sosial.

F.                  Pengembangan Dimensi-Dimensi pada Mnusia
Hakikat dan eksistensi manusia sebagaimana diuraikan di atas, masing-masing dimensinya dapat dikembangkan sehingga dapat membentuk kepribadian manusia sebagai berikut :
a.                   Pengembangan Manusia sebagai Mahluk Individu
Pendidikan harus mengembangkan anak didik mampu menolong dirinya sendiri. Pestalozzi mengungkapkan hal ini dengan istilah/ucapan: Hilfe zur selbathilfe,yang artinya memberi pertolongan agar anak mampu menolong dirinya sendiri.
Untuk dapat menolong dirinya sendiri, anak didik perlu mendapat berbagai pengalaman di dalam pengembangan konsep, prinsip, generasi, intelek, inisiatif, kreativitas, kehendak, emosi/perasaan, tanggungjawab, keterampilan ,dll. Dengan kata lain, anak didik harus mengalami perkembangan dalam kawasan kognitif, afektif dan psikomotor.
Sebagai mahluk individu, manusia memerlukan pola tingkah laku yang bukan merupakan tindakan instingtif, dan hal-hal ini hanya bisa diperoleh melalui pendidikan dan proses belajar. Di atas telah dikatakan bahwa perwujudan manusia sebagai mahluk individu (pribadi) ini memerlukan berbagai macam pengalaman. Tidaklah dapat mencapai tujuan yang diinginkan, apabila pendidikan terutama hanya memberikan aspek kognitif (pengetahuan) saja sebagai yang sering dikenal dan diberikan oleh para pendidik pada umumnya selama ini. Pendidikan seperti ini disebut bersifat intelektualistik, karena hanya berhubungan dengan segi intelek saja. Pengembangan intelek memang diperlukan, namun tidak boleh melupakan pengembangan aspek-aspek lainnya sebagai yang telah disebutkan di atas.

b. Pengembangan manusia sebagai mahluk sosial
Disamping sebagai mahluk individu atau pribadi manusia juga sebagai mahluk social. Manusia adalah mahluk yang selalu berinteraksi dengan sesamanya. Manusia tidak dapat mencapai apa yang diinginkan secara seorang diri saja. Kehadiran manusia lain dihadapannya, bukan saja penting untuk mencapai tujuan hidupnya, tetapi juga merupakan sarana untuk pengembangan kepribadiannya. Hal ini ditunjukkan oleh adanya “manusia srigala” (wolgman), yaitu anak manusia yang berkembang menjadi “srigala “, karena dibesarkan oleh srigala, dan sama sekali tidak mau menerima kehadiran manusia lainnya. Ia menjadi bergaya hidup seperti srigala. Kehidupan social antara manusia yang satu dengan yang lainnya dimungkinkan tidak saja oleh kebutuhan pribadi seperti telah disebutkan di atas, tetapi juga karena adanya bahasa sebagai alat atau medium komunikasi. Melalui pendidikan dapat dikembangkan suatu keadaan yang seimbang antara pengembangan aspek individual dan aspek social ini. Hal ini penting untuk pendidikan di Indonesia yang berfilasafah pancasila, yang menghendaki adanya perkembangan yang seimbang antara aspek individual dan aspek social tersebut.
Pentingnya usaha mencari keseimbangan antara aspek individual dan aspek social ini dikemukakan juga oleh Thompson sebagai berikut: “The problem of finding the golden mean between education for the individual life and education for communal service and cooperation is one of the most important questions for the educator”.
c.   Pengembangan manusia sebagai makhluk Tuhan
Eksistensi menusia manusia yang ketiga adalah keberadaanya dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Kuasa, sebagai anggota masyarakat dan bangsa yang memiliki filsafat Pancasila kita dituntut untuk menghayati dan mengamalkan ajaran pancasila sebaik-baiknya. Sebagai anggota masyarakat yang dituntut untuk menghayati dan mengamalkan ajaran Pancasila, maka kepada masing-masing warga Negara dengan demikian juga dituntut untuk dapat melaksanakan hubungan dengan Tuhan sebaik-baiknya menurut keyakinan yang dianutnya masing-masing, serta untuk melaksanakan hubungan sebaik-baiknya dengan sesama manusia.














BAB III
PENUTUP
A.                Kesimpulan
1.                  Manusia adalah makhluk yang memiliki prilaku interaksi antara komponen biologis (id), psikologis (ego), dan social (superego). Di dalam diri manusia tedapat unsur animal (hewani), rasional (akali), dan moral (nilai).
2.                  Kata eksistensi berasal dari kata Latin Existere, dari ex keluar sitere = membuat berdiri. Artinya apa yang ada, apa yang memiliki aktualitas, apa yang dialami. Konsep ini menekankan bahwa sesuatu itu ada. Eksistensi juga sering diartikan sebagai keberadaan.
3.                  Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna. Manusia dapat menggunakan akal dan budinya untuk bertindak baik. Dengan akal dan budi itulah manusia meyakini adanya Tuhan Yang Maha Baik. Manusia berusaha melakukan hal baik dengan cara melakukan perintah Tuhan, dan menjauhi bahkan tidak melakukan hal yang larangan Tuhan.
4.                  Manusia adalah makhluk sosial. Manusia tidak dapat hidup sendiri. Manusia tidak dapat mencapai sesuatu hanya seorang diri saja.
5.                  Manusia adalah makhluk individu. Kesadaran individu akan diri sendiri menentukan kualitas individu.
B.                 Saran
1.                  Bagi Masyarakat Individu
Individu akan semakin memahami bagaimana tiap individu menyelami dunianya. Tiap individu tahu bagaimana harus bersikap terhadap sesamanya. Bagaimana bersyukur kepada Tuhan yang telah menciptakannya.
2.                  Bagi Para Pendidik
Pendidik mendapatkan cara bagaimana mengajar dengan memadukan hakikat manusia sebagai makhluk individu dan sosial.
DAFTAR PUSTAKA

Noorseha.2012.Eksistensi Manusia di Muka Bumi.2 Maret 2014. http://noorseha.wordpress.com/2012/10/17/eksistensi-manusia-di-muka-bumi/
Qym.2009.Hakikat Manusia dan Pengembangannya.1 Maret 2014.http://letssmile/hakikat-manusia-dan-pengembangannya/

Azenismile.2010.Pengambangan Manusia sebagai Makhluk Individu, Sosial, Susila, dan Religius dalam Bingkai Pendidikan.1 Maret 2014.http://azenismile.wordpress.com/pengembangan-manusia-sebagai-mahkluk-individu-sosial-susila-religius-dalam-bingkai-pendidikan/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar