BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Manusia adalah ciptaan Tuhan yang paling
sempurna. Manusia merupakan makhluk pribadi dan juga makhluk sosial. jika
manusia dipandang sebagai makhluk individu, maka paham individualisme
beranggapan bahwa manusia semata-mata hanya makhluk pribadi dengan
mengesampingkan kodratnya sebagai makhluk sosial. Sebaliknya, sosialisme
menyatakan sebagai makhluk sosial. sebagai makhluk sosial, maka manusia akan
berinteraksi dengan manusia lain dalam wujud interaksi sosial. Menurut Hermanto
dan Winarno pada buku Ilmu Sosial Budaya Dasar, interaksi sosial adalah kunci
dari semua kehidupan sosial.
Oleh
karena itu, tanpa interaksi sosial tidak akan mungkin ada kehidupan
bersama-sama. Bertemunya orang-perorangan secara badaniah belaka tidak aakn
menghasilkan pergaulan hidup dalam suatu kelompok sosial. Pergaulan hidup
semacam ini baru akan terjadi apabila orang-orang atau kelompok manusia saling
bekerja sama, saling berbicara untuk mencapai suatu tujuan bersama, mengadakan
persaingan, pertikaian, dan lain sebagainya.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana
eksistensi manusia sebagai makhluk Tuhan?
2.
Bagaimana
eksistensi manusia sebagai makhluk sosial?
3.
Bagaimana
eksistensi manusia sebagai makhluk individu?
C.
Tujuan
Penulisan
1.
Mengetahui
eksistensi manusia sebagai makhluk Tuhan.
2.
Mengetahui
eksistensi manusia sebagai makhluk sosial.
3.
Mengetahui
eksistensi manusia sebagai makhluk individu.
D.
Manfaat
Penulisan
1.
Untuk
memenuhi tugas mata kuliah Landasan Pendidikan SD
2.
Sebagai
bahan referensi untuk para mahasiswa, khususnya mahasiswa UNY.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A.
Pengertian
Manusia
Secara bahasa manusia berasa ari kata
“manu” (Sansekerta), “mens” (Latin), yang bearti berpikir, berakal budi atau
makhluk yang berakal budi (mampu menguasai makhluk lain). Terbentuknya pribadi
seseorang dipengaruhi oleh lingkungan bahkan secara ekstrim dapat dikatakan,
setiap orang berasal dari satu lingkungan, baik lingkungan vertikal (genetika,
tradisi), horizontal (geografik, fisik, sosial), maupun kesejahteraan.
Membicarakan tentang manusia dalam
pandangan ilmu pengetahuan sangat bergantung metodologi yang digunakan dan
terhadap filosofis yang mendasari. Para penganut teori psikoanalisis menyebut
manusia sebagai homo volens (makhluk
berkeinginan). Menurut aliran ini, manusia adalah makhluk yang memiliki prilaku
interaksi antara komponen biologis (id), psikologis (ego), dan social
(superego). Di dalam diri manusia tedapat unsur animal (hewani), rasional
(akali), dan moral (nilai).
Para penganut teori behaviorisme
menyebut manusia sebagai homo mehanibcus (manusia mesin). Behavior lahir
sebagai reaksi terhadap introspeksionisme (aliran yang menganalisa jiwa manusia
berdasarkan laporan subjektif dan psikoanalisis (aliran yang berbicara tentang
alam bawa sadar yang tidak nampak). Behavior yang menganalisis prilaku yang nampak
saja. Menurut aliran ini segala tingkah laku manusia terbentuk
sebagai hasil proses pembelajaran terhadap lingkungannya, tidak disebabkan
aspek.
Para penganut teori kognitif menyebut
manusia sebagai homo sapiens (manusia berpikir). Menurut aliran ini manusia
tidak di pandang lagi sebagai makhluk yang bereaksi secara pasif pada
lingkungannya, makhluk yang selalu berfikir. Penganut teori kognitif mengecam
pendapat yang cenderung menganggap pikiran itu tidak nyata karena tampak tidak
mempengaruhi peristiwa. Padahal berpikir , memutuskan, menyatakan, memahami,
dan sebagainya adalah fakta kehidupan manusia.
B.
Pengertian Eksistensi
Kata
eksistensi berasal dari kata Latin Existere, dari ex keluar sitere = membuat
berdiri. Artinya apa yang ada, apa yang memiliki aktualitas, apa yang dialami.
Konsep ini menekankan bahwa sesuatu itu ada. Eksistensi juga sering diartikan
sebagai keberadaan.
Dalam
konsep eksistensi, satu-satunya faktor yang membedakan setiap hal yang ada dari
tiada adalah fakta. Setiap hal yang ada itu mempunyai eksistensi atau ia adalah
suatu eksisten.
Menurut
Bapak Gerakan Eksistensialis Kierkegaard, menegaskan bahwa yang pertama-tama
penting bagi keadaan manusia yakni keadaannya sendiri atau eksistensinya
sendiri. Ia menegaskan bahwa eksistensi manusia bukanlah ‘ada’ yang statis,
melainkan ‘ada’ yang ‘menjadi’. Dalam arti terjadi perpindahan dari
‘kemungkinan’ ke ‘kenyataan. Apa yang semula berada sebagai kemungkinan berubah
menjadi kenyataan. Gerak ini adalah perpindahan yang bebas, yang terjadi dalam
kebebasan dan keluar dari kebebasan. Ini terjadi karena manusia mempunyai
kebebasan memilih.
Dengan
demikian eksistensi manusia adalah suatu eksistensi yang dipilih dalam
kebebasan. Bereksistensi berarti muncul dalam suatu perbedaan, yang harus
dilakukan tiap orang bagi dirinya sendiri.
Kierkegaard
menekankan bahwa eksistensi manusia berarti berani mengambil keputusan yang menentukan
hidup. Maka barang siapa tidak berani mengambil keputusan, ia tidak hidup
bereksistensi dalam arti sebenarnya.
Menurut
Zainal Abidin (2008) Eksistensi tidak bersifat kaku dan terhenti, melainkan
lentur dan mengalami perkembangan atau sebaliknya kemunduran, tergantung pada
kemampuan individu dalam mengaktualisasikan potensi-potensinya. Oleh sebab itu,
arti istilan eksistensi analog dengan ‘kata kerja’ bukan ‘kata benda’.
Masalah keperluan akan nilai eksistensi ini sangat
penting, karena ini merupakan pembuktian akan hasil kerja kita (performa) kita
di dalam suatu lingkungan. Perkuliahan misalnya, dosen akan lebih mengenal dan
mengetahui keberadaan kita setelah dosen tahu performa kita baik (dengan nilai
yang bagus, aktif, dan komunikatif) dan cenderung sedikit memperhatikan
orang-orang yang pasif.
C.
Eksistensi Manusia sebagai
Makhluk Tuhan
Manusia diciptakan Tuhan Yang Maha
Kuasa di muka bumi ini sebagai makhluk yang paling sempurna dibandingkan dengan
makhluk lain. Melalui kesempurnaannya itu manusia bisa berpikir, bertindak,
berusaha, dan bisa menentukan mana yang benar dan baik. Di sisi lain, manusia
meyakini bahwa dia memiliki keterbatasan dan kekurangan. Mereka yakin ada
kekuatan lain, yaitu Tuhan Sang Pencipta Alam Semesta. Oleh sebab itu, sudah
menjadi fitrah manusia jika manusia mempercayai adanya Sang Maha Pencipta yang
mengatur seluruh sistem kehidupan di muka bumi.
Dalam kehidupannya, manusia tidak
bisa meninggalkan unsur Ketuhanan. Manusia selalu ingin mencari sesuatu yang
sempurna. Dan sesuatu yang sempurna tersebut adalah Tuhan. Hal itu merupakan
fitrah manusia yang diciptakan dengan tujuan untuk beribadah kepada Tuhannya.
Oleh karena fitrah manusia yang
diciptakan dengan tujuan beribadah kepada Tuhan Yang Maha Esa, untuk beribadah
kepada Tuhan pun diperlukan suatu ilmu. Ilmu tersebut diperoleh melalui
pendidikan. Dengan pendidikan, manusia dapat mengenal siapa Tuhannya. Dengan
pendidikan pula manusia dapat mengerti bagaimana cara beribadah kepada Tuhan
Yang Maha Esa.
Melalui sebuah pendidikan yang tepat,
manusia akan menjadi makhluk yang dapat mengerti bagaimana seharusnya yang
dilakukan sebagai seorang makhluk Tuhan. Manusia dapat mengembangkan pola
pikirnya untuk dapat mempelajari tanda-tanda kebesaran Tuhan baik yang tersirat
ataupu dengan jelas tersurat dalam lingkungan sehari-hari.
Maka dari keseluruhan perkembangan
itu menjadi lengkap dan utuh dalam setiap sisinya, baik dari sisi individu,
sosial, susila, maupun religius. Keutuhan dari setiap sisi tersebut dapat
menjadikan manusia menjadi makhluk yang lebih tinggi derajatnya dibandingkan
dengan makhluk-makhluk Tuhan yang lain.
D.
Eksistensi Manusia sebagai
Makhluk Sosial
Di dalam kehidupannya, manusia tidak
hidup dalam kesendirian. Manusia memiliki keinginan untuk bersosialisasi dengan
sesamanya. Salah satu kodrat manusia adalah selalu ingin berhubungan dengan
manusia lain. Di dalam kehidupan manusia selanjutnya, ia selalu hidup sebagai
warga suatu kesatuan hidup, warga masyarakat, dan warga negara.
Tidak hanya terbatas pada segi
badaniah saja, manusia juga mempunyai perasaaan emosional yang ingin
diungkapkan kepada orang lain dan mendapat tanggapan emosional dari orang lain
pula. Manusia memerlukan pengertian, kasih sayang, harga diri, dan berbagai rasa
emosional lainnya. Tanggapan emosional tersebut hanya dapat diperoleh apabila
manusia berhubungan dan berinteraksi dengan orang lain dalam suatu tatanan
kehidupan bermasyarakat.
Dalam berhubungan dan berinteraksi,
manusia memiliki sifat yang khas yang dapat menjadikannya lebih baik. Kegiatan
mendidik merupakan salah satu sifat yang khas yang dimiliki oleh manusia.
Imanuel Kant mengatakan, “manusia hanya dapat menjadi manusia karena
pendidikan”. Jadi jika manusia tidak dididik maka ia tidak akan menjadi manusia
dalam arti yang sebenarnya. Hal ini telah terkenal luas dan dibenarkan oleh
hasil penelitian terhadap anak terlantar. Hal tersebut memberi penekanan bahwa
pendidikan memberikan kontribusi bagi pembentukan pribadi seseorang.
Dengan demikian manusia sebagai
makhluk sosial berarti bahwa disamping manusia hidup bersama demi memenuhi
kebutuhan jasmaniah, manusia juga hidup bersama dalam memenuhi kebutuhan
rohani.
Perwujudan manusia sebagai mahluk sosial terutama tampak
dalam kenyataan bahwa tak pernah ada manusia yang mampu hidup (lahir dan proses
dibesarkan) tanpa bantuan orang lain. Orang lain dimaksud paling sedikit adalah
orangtuanya, keluarganya sendiri. Realita ini menunjukkan bahwa manusia hidup
pada kondisi interdependensi dalam antar hubungan dan antaraksi Di dalam
kehidupan manusia selanjutnya, ia selalu hidup sebagai warga suatu kesatuan
hidup, warga masyarakat, warga negara. Warga suatu kelompok kebudayaan. Warga
suatu aliran kepercayaan warga suatu ideologi politik dan sebagainya.
Manusia sebagai mahluk sosial di samping berarti bahwa
manusia hidup bersama (germinschafts, kebersamaan), maka sifat independensi
dalam arti material ekonomis demi kebutuhan kebutuhan biologis jasmaniah
melainkan lebih lebih mengandung makna psikologis . yakni dorongan dorongan
cinta dimana kebahagiaan terutama tercetak dalam kepuasan rohani.
Hidup dalam antar Hubungan antaraksi dan interdependensi
itu mengandung pula konsekuensi konsekuensi social baik dalam arti positif
maupun negatif. Ideal dalam hidup bersama itu ialah keadaan harmonis, rukun dan
sejahtera. Tetapi dapat pula sebagai hubungan dan antaraksi itu dapat terjadi
dalam kehidupan sosial. Keadaan positif dan negatif ini adalah perwujudan dan
nilai-nilai dan sekaligus watak individualitas manusia akibat pergeseran
pergeseran yang tajam dan bahkan mungkin pertentangan-pertentangan yang terjadi
di dalam proses antar hubungan dan antaraksi sosial karena sifat sifat
individualitas manusia. Mengenai hal ini secara mendalam oleh tiap tiap pribadi
dapat meng¬hindarkan disharmoni itu. Tiap individu harus rela mengorbankan
sebagian dari hak individualitasnya demi kepentingan bersama. Kesadaran
demikian adalah prasyarat bagi hidup bersama.
Kehidupan di dalam antar hubungan dan antaraksi sosial memang tidak usah kehilangan identitasnya. Sebab kehidupan sosial adalah realita sama rielnya dengan kehidupan individu itu sendiri.
Kehidupan di dalam antar hubungan dan antaraksi sosial memang tidak usah kehilangan identitasnya. Sebab kehidupan sosial adalah realita sama rielnya dengan kehidupan individu itu sendiri.
Urgensi kedua duanya harus dimengerti dalam proporsi
masing-masing Kehidupan social yang besar, banyak warganya meliputi semua
individu dengan berbagai latar belakang status, minat, nilai nilai dan
sebagainya. Kehidupan sosial adalah realita dimana individu tiada menonjolkan
identitasnya, melainkan sebaliknya kebersamaan ialah identitas, dengan sifat
pluralistis. Dalam hidup bersama apakah itu lembaga lembaga masyarakat ataupun
negara, maka identitas kebersamaan itu mengatasi identitas individu.
Akan tetapi meskipun demikian tidaklah berarti individu
sudah lenyap, lebur di dalam identitas sosial itu. Realita sosial kebersamaan
itu tidak hanya terbentuk oleh individu-individu. Individualitas manusia
bukanlah bertentangan dengan wujud sosialitas manusia. Melainkan individualitas
itu dalam perkembangan selanjutnya akan mencapai kesadaran sosialitasnya. Tiap
manusia sadar akan kebutuhan hidup bersama segera setelah masa kanak-kanak yang
egosentris berakhir.
Sebaliknya, kesadaran manusia sebagai mahluk sosial justru harus memberi rasa tanggung jawab untuk mengayomi individu yang lebih “lemah” daripada wujud sosial yang “besar” dan “kuat". Kehidupan sosial kebersamaan baik itu bentuk-bentuk non-formal (masyarakat) maupun dalam bentuk bentuk formal (institusi/negara) dengan wibawanya wajib mengayomi individu.
Sebaliknya, kesadaran manusia sebagai mahluk sosial justru harus memberi rasa tanggung jawab untuk mengayomi individu yang lebih “lemah” daripada wujud sosial yang “besar” dan “kuat". Kehidupan sosial kebersamaan baik itu bentuk-bentuk non-formal (masyarakat) maupun dalam bentuk bentuk formal (institusi/negara) dengan wibawanya wajib mengayomi individu.
Asas sosial dalam kodrat manusia, seperti juga asas
individualitas adalah potensi potensi, yang baru menjadi realita karena kondisi
kondisi tertentu. Ini berarti bahwa pelaksanaan kesadaran sosial manusia hanya
oleh kondisi itu sendiri. Artinya, jika di dalam. hidup kebersamaan (sosial)
itu individu kehilangan individualitasnya (hak-hak asasi), maka potensi kesadaran
sosial manusia menjadi tidak maksimal. Dan jika ada pelaksanaannya tidak wajar,
melainkan karena otoritas, paksaan dari luar. Bukan didorong oleh hasrat dan
motif pengabdian yang alturis. Individualitas manusia dengan potensi-potensi
subjek (prakarsa, rasa, karsa, cipta, karya) takkan berkembang jika otoritas
sosial justru tidak bersifat menunjang realisasi itu.
Esensial manusia sebagai mahluk sosial ialah adanya kesadaran manusia tentang siapa dan posisi dirinya dalam kehidupan bersama dan bagaimana tanggungjawab dan kewajibannya di dalam kebersamaan itu. Adanya kesadaraan interpedensi dan saling membutuhkan serta dorongan dorongan untuk mengabdi sesamanya adalah asas sosialitas itu.
Esensial manusia sebagai mahluk sosial ialah adanya kesadaran manusia tentang siapa dan posisi dirinya dalam kehidupan bersama dan bagaimana tanggungjawab dan kewajibannya di dalam kebersamaan itu. Adanya kesadaraan interpedensi dan saling membutuhkan serta dorongan dorongan untuk mengabdi sesamanya adalah asas sosialitas itu.
Manusia dapat dikatakan sebagai makhluk sosial, karena
ada faktor-faktor, yaitu:
1.
manusia tunduk pada aturan,
norma sosial
2.
perilaku manusia mengharapkan
suatu penilaian dari orang lain
3.
manusia memiliki kebutuhan
untuk berinteraksi dengan orang lain
4.
potensi manusia akan berkembang
bila ia hidup di tengah-tengah manusia.
E.
Eksistensi Manusia sebagai
Makhluk Individu
Manusia sebagai mahluk individu (individual being)
Kesadaran manusia akan diri sendiri merupakan perwujudan individu kualitas manusia. Kesadaran diri sendiri yang dimulai dengan kesadaran pribadi diantara segala kesadaran terhadap segala sesuatu. Dengan bahasa filsafat dinyatakan eksistensi ini mencakup pengertian yang amat luas, terutama meliputi kesadaran adanya diri diantara semua realita, self-respect, self-narcisme, egoisme, martabat kepribadian, perbedaan dan persamaan dengan pribadi lain, khususnya kesadaran akan potensi-potensi pribadi yang menjadi dasar bagi self-realization.
Manusia sebagai individu, sebagai pribadi adalah suatu kenyataan yang paling riel dalam kesadaran manusia. Malahan ada kecenderungan bahwa manusia menganggap pusat orientasi, melalui introspeksi (istilah dalam ilmu jiwa) adalah dirinya sendiri seagai subjek. Orientasi berfikir demikian malahan diakui oleh filsafat existensialisme dan anthroppsentrisme secara tak langsung.
Kesadaran manusia akan diri sendiri merupakan perwujudan individu kualitas manusia. Kesadaran diri sendiri yang dimulai dengan kesadaran pribadi diantara segala kesadaran terhadap segala sesuatu. Dengan bahasa filsafat dinyatakan eksistensi ini mencakup pengertian yang amat luas, terutama meliputi kesadaran adanya diri diantara semua realita, self-respect, self-narcisme, egoisme, martabat kepribadian, perbedaan dan persamaan dengan pribadi lain, khususnya kesadaran akan potensi-potensi pribadi yang menjadi dasar bagi self-realization.
Manusia sebagai individu, sebagai pribadi adalah suatu kenyataan yang paling riel dalam kesadaran manusia. Malahan ada kecenderungan bahwa manusia menganggap pusat orientasi, melalui introspeksi (istilah dalam ilmu jiwa) adalah dirinya sendiri seagai subjek. Orientasi berfikir demikian malahan diakui oleh filsafat existensialisme dan anthroppsentrisme secara tak langsung.
Makin manusia sadar akan dirinya sendiri sesungguhnya
manusia makin sadar akan kesemestaan, karena posisi manusia adalah bagian yang
tak terpisahkan dari semesta. Antar hubungan dan interaksi pribadi itulah pula
yang melahirkan konsekuensi-konsekuensi seperti hak azasi dan kewajiban,
norma-norma moral, nilai-nilai social, bahkan juga nilai-nilai supernatural
berfungsi untuk manusia.
Dengan demikian kesadaran manusia sebagai pribadi merupakan kesadaran yang paling dalam , sumber kesadaran subjek yang melahirkan kesadaran yang lain.
Manusia sebagai mahluk individu , dalam bahasa Indonesia dapat diterjemahkan manusia sebagai mahluk pribadi. Dalam bahasa Inggris kedua istilah itu dibedakan, yakni dengan individuality dan personality.
Dengan demikian kesadaran manusia sebagai pribadi merupakan kesadaran yang paling dalam , sumber kesadaran subjek yang melahirkan kesadaran yang lain.
Manusia sebagai mahluk individu , dalam bahasa Indonesia dapat diterjemahkan manusia sebagai mahluk pribadi. Dalam bahasa Inggris kedua istilah itu dibedakan, yakni dengan individuality dan personality.
Makna individulitas menurut Allport, menunjukkan wujud
berdiri sendiri dan sifat otonom, serta sifat unik (uniquessnes) tiap pribadi
(personality). Dan makna personality ialah what a man reality is dan bagaimana
manusia itu dalam antar hubungan dan antaraksi dengan lingkungannya. Personality
juga berarti keseluruhan sifat dan keseluruhan fase perkembangan manusia.
Yang dimaksud oleh kesimpulan pertama antropologia metafisika manusia untuk manusia sebagai mahluk individu, dapat kita tafsirkan sebagai meliputi kedua makna tersebut. Manusia sebagai self existence dan self consciousness menyadari dirinya sebagai realself, sebagaimana adanya: bahkan juga sebagaimana idelnya (keinginan dan cita citanya) yang mendorong perkembangan manusia.
Yang dimaksud oleh kesimpulan pertama antropologia metafisika manusia untuk manusia sebagai mahluk individu, dapat kita tafsirkan sebagai meliputi kedua makna tersebut. Manusia sebagai self existence dan self consciousness menyadari dirinya sebagai realself, sebagaimana adanya: bahkan juga sebagaimana idelnya (keinginan dan cita citanya) yang mendorong perkembangan manusia.
Manusia sebagai individu memiliki hak azasi sebagai
kodrat alami atau sebagai anugerah Tuhan kepadanya. Hak asasi sebagai pribadi
itu terutama hak hidup, hak kemerdekaan dan hak milik. Dan karena manusia
menyadari adanya hak asasi itu pulalah manusia menyadari bahwa konsekunsi dari
hal-hal tersebut manusia mengemb¬angkan kewajiban dan tangung jawab sosial dan
tanggung jawab moral. Dalam hubungan inilah hal status individualisme manusia
menduduki fungsi primer.
Tetapi hal tersebut tidaklah tanpa konsekuensi logis yang bersifat wajar dan alamiah pula. Tiap-tiap hal melahirkan kewajiban. Dalam mengemban kewajiban ini, maka status manusia sebagai mahluk social adalah primer, utama. Sebab tanpa penunaian kewajiban, martabat manusia menjadi merosot sebagai manusia. Oleh karena itu integritas manusia sebagai mahluk sosial.
Tetapi hal tersebut tidaklah tanpa konsekuensi logis yang bersifat wajar dan alamiah pula. Tiap-tiap hal melahirkan kewajiban. Dalam mengemban kewajiban ini, maka status manusia sebagai mahluk social adalah primer, utama. Sebab tanpa penunaian kewajiban, martabat manusia menjadi merosot sebagai manusia. Oleh karena itu integritas manusia sebagai mahluk sosial.
F.
Pengembangan Dimensi-Dimensi
pada Mnusia
Hakikat dan eksistensi manusia sebagaimana diuraikan di
atas, masing-masing dimensinya dapat dikembangkan sehingga dapat membentuk
kepribadian manusia sebagai berikut :
a.
Pengembangan Manusia sebagai
Mahluk Individu
Pendidikan harus mengembangkan anak didik mampu menolong
dirinya sendiri. Pestalozzi mengungkapkan hal ini dengan istilah/ucapan: Hilfe
zur selbathilfe,yang artinya memberi pertolongan agar anak mampu menolong
dirinya sendiri.
Untuk dapat menolong dirinya sendiri, anak didik perlu
mendapat berbagai pengalaman di dalam pengembangan konsep, prinsip, generasi,
intelek, inisiatif, kreativitas, kehendak, emosi/perasaan, tanggungjawab,
keterampilan ,dll. Dengan kata lain, anak didik harus mengalami perkembangan
dalam kawasan kognitif, afektif dan psikomotor.
Sebagai mahluk individu, manusia memerlukan pola tingkah
laku yang bukan merupakan tindakan instingtif, dan hal-hal ini hanya bisa
diperoleh melalui pendidikan dan proses belajar. Di atas telah dikatakan bahwa
perwujudan manusia sebagai mahluk individu (pribadi) ini memerlukan berbagai
macam pengalaman. Tidaklah dapat mencapai tujuan yang diinginkan, apabila
pendidikan terutama hanya memberikan aspek kognitif (pengetahuan) saja sebagai
yang sering dikenal dan diberikan oleh para pendidik pada umumnya selama ini.
Pendidikan seperti ini disebut bersifat intelektualistik, karena hanya
berhubungan dengan segi intelek saja. Pengembangan intelek memang diperlukan,
namun tidak boleh melupakan pengembangan aspek-aspek lainnya sebagai yang telah
disebutkan di atas.
b. Pengembangan manusia sebagai mahluk sosial
Disamping sebagai mahluk individu atau pribadi manusia
juga sebagai mahluk social. Manusia adalah mahluk yang selalu berinteraksi
dengan sesamanya. Manusia tidak dapat mencapai apa yang diinginkan secara
seorang diri saja. Kehadiran manusia lain dihadapannya, bukan saja penting
untuk mencapai tujuan hidupnya, tetapi juga merupakan sarana untuk pengembangan
kepribadiannya. Hal ini ditunjukkan oleh adanya “manusia srigala” (wolgman),
yaitu anak manusia yang berkembang menjadi “srigala “, karena dibesarkan oleh
srigala, dan sama sekali tidak mau menerima kehadiran manusia lainnya. Ia
menjadi bergaya hidup seperti srigala. Kehidupan social antara manusia yang
satu dengan yang lainnya dimungkinkan tidak saja oleh kebutuhan pribadi seperti
telah disebutkan di atas, tetapi juga karena adanya bahasa sebagai alat atau
medium komunikasi. Melalui pendidikan dapat dikembangkan suatu keadaan yang
seimbang antara pengembangan aspek individual dan aspek social ini. Hal ini
penting untuk pendidikan di Indonesia yang berfilasafah pancasila, yang
menghendaki adanya perkembangan yang seimbang antara aspek individual dan aspek
social tersebut.
Pentingnya usaha mencari keseimbangan antara aspek individual dan aspek social ini dikemukakan juga oleh Thompson sebagai berikut: “The problem of finding the golden mean between education for the individual life and education for communal service and cooperation is one of the most important questions for the educator”.
Pentingnya usaha mencari keseimbangan antara aspek individual dan aspek social ini dikemukakan juga oleh Thompson sebagai berikut: “The problem of finding the golden mean between education for the individual life and education for communal service and cooperation is one of the most important questions for the educator”.
c. Pengembangan manusia
sebagai makhluk Tuhan
Eksistensi menusia manusia yang ketiga adalah
keberadaanya dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Kuasa, sebagai anggota
masyarakat dan bangsa yang memiliki filsafat Pancasila kita dituntut untuk
menghayati dan mengamalkan ajaran pancasila sebaik-baiknya. Sebagai anggota
masyarakat yang dituntut untuk menghayati dan mengamalkan ajaran Pancasila,
maka kepada masing-masing warga Negara dengan demikian juga dituntut untuk
dapat melaksanakan hubungan dengan Tuhan sebaik-baiknya menurut keyakinan yang
dianutnya masing-masing, serta untuk melaksanakan hubungan sebaik-baiknya
dengan sesama manusia.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Manusia adalah makhluk yang
memiliki prilaku interaksi antara komponen biologis (id), psikologis (ego), dan
social (superego). Di dalam diri manusia tedapat unsur animal (hewani),
rasional (akali), dan moral (nilai).
2.
Kata eksistensi berasal dari
kata Latin Existere, dari ex keluar sitere = membuat berdiri. Artinya apa yang
ada, apa yang memiliki aktualitas, apa yang dialami. Konsep ini menekankan
bahwa sesuatu itu ada. Eksistensi juga sering diartikan sebagai keberadaan.
3.
Manusia adalah makhluk ciptaan
Tuhan yang paling sempurna. Manusia dapat menggunakan akal dan budinya untuk
bertindak baik. Dengan akal dan budi itulah manusia meyakini adanya Tuhan Yang
Maha Baik. Manusia berusaha melakukan hal baik dengan cara melakukan perintah
Tuhan, dan menjauhi bahkan tidak melakukan hal yang larangan Tuhan.
4.
Manusia adalah makhluk sosial.
Manusia tidak dapat hidup sendiri. Manusia tidak dapat mencapai sesuatu hanya
seorang diri saja.
5.
Manusia adalah makhluk
individu. Kesadaran individu akan diri sendiri menentukan kualitas individu.
B.
Saran
1.
Bagi Masyarakat Individu
Individu akan semakin memahami bagaimana tiap individu menyelami
dunianya. Tiap individu tahu bagaimana harus bersikap terhadap sesamanya.
Bagaimana bersyukur kepada Tuhan yang telah menciptakannya.
2.
Bagi Para Pendidik
Pendidik mendapatkan cara bagaimana mengajar dengan memadukan
hakikat manusia sebagai makhluk individu dan sosial.
DAFTAR PUSTAKA
Noorseha.2012.Eksistensi Manusia di Muka Bumi.2 Maret
2014. http://noorseha.wordpress.com/2012/10/17/eksistensi-manusia-di-muka-bumi/
Qym.2009.Hakikat Manusia dan Pengembangannya.1
Maret 2014.http://letssmile/hakikat-manusia-dan-pengembangannya/
Azenismile.2010.Pengambangan Manusia sebagai Makhluk
Individu, Sosial, Susila, dan Religius dalam Bingkai Pendidikan.1 Maret
2014.http://azenismile.wordpress.com/pengembangan-manusia-sebagai-mahkluk-individu-sosial-susila-religius-dalam-bingkai-pendidikan/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar